Ada sekitar 10.000 lembar batik yang kini menjadi koleksi Museum Batik Danar Hadi di Jl Brigjen Slamet Riyadi No. 261 Surakarta, Jawa Tengah. Pengunjung museum ini akan kagum pada semua koleksi seni kerajinan batik yang sangat indah dan menuntut pembuatan yang rumit.
Ada sebelas ruangan yang dipergunakan memajang koleksi batik kuno H. Santosa Doellah dan Danarsih Hadipriyono – sepasang suami istri pemilik museum tersebut. Sedang batik yang dikoleksi digolongkan dalam sembilan jenis yang disesuaikan dengan ‘semangat’ museum – yakni “Batik Pengaruh Zaman dan Lingkungan”.
Ke sembilan jenis batik tersebut adalah: Batik Belanda, Batik Cina, Batik Djawa Hokokai, Batik Pengaruh India, Batik Kraton, Batik Pengaruh Kraton, Batik Sudagaran dan Batik Petani, Batik Indonesia, dan Batik Danar Hadi. Pemilihan tema seperti tersebut tak lepas dari pengalaman dan pengamatan Santosa yang sejak usia 15 tahun telah menekuni dan meneliti seni kerajinan batik.
Kesan pertama ketika menginjakkan kaki di museum ini, kita serasa diajak masuk rumah besar berarsitektur Jawa klasik. Semua elemen interior selaras dengan kerajinan batik yang lekat dengan budaya Jawa. Museum ini memang bersebelahan dengan Ndalem Wuryaningratan – yang semula tempat tinggal Pangeran Wuryaningrat, menantu Susuhan Pakubuwono X. Ndalem ini dibangun dalam konsep rumah tinggal bangsawan pada masa itu, dengan patron Jawa dan pengaruh arsitektur gaya Eropa.
“Pada tahun 1997, H. Santosa Doellah membeli bangunan ini kemudian menjadi House of Danar Hadi dengan mempertahankan arsitektur,” kata Asti Astuti yang Selasa (28/2/2023) lalu menjadi pemandu kunjungan 40 anggota ‘Kamala Nusantara’ Perkumpulan Perempuan Bersanggul dan Berbusana Nusantara ke Museum Batik Danar Hadi dan Himpunan Ratna Busana Surakara.
Menurut Asti Astuti, Museum Batik Danar Hadi tersebut didirikan tahun 2008, atas keinginan H Santosa Doellah untuk mengabadikan proses panjang usaha batik oleh PT Batik Danar Hadi sejak 1967. “Jumlah koleksi yang sekurangnya 10.000 lembar ini telah diakui Museum Rekor Indonesia sebagai museum batik dengan jumlah koleksi terbanyak,” tambah Asti.
Pasangan Santosa dan Danarsih dikenal sebagai pengusaha pribumi tangguh pada zamannya. Keduanya memiliki keahlian yang bisa menunjang bisnis batik. Santosa cakap mendesain motif batik. Sedang istrinya menguasai desain busana untuk produk bisnis fashion. Pada 1975, Danar Hadi mulai mengembangkan usaha membuka toko batik dan busana batik eksklusif ready to wear di Jakarta. Sejak saat itu, toko-toko mulai dibuka di kota lain, seperti Bandung, Medan, Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang. Pada masa itu, brand Danar Hadi sangat terkemuka di dunia fashion khusus batik.
Kain-kain batik yang tersimpan di dalam museum ini berasal dari periode dan pengaruh budaya yang berbeda-beda. Di antaranya, kain batik Belanda, yaitu batik yang terpengaruh budaya Eropa atau yang dibuat orang-orang Belanda yang menetap di Indonesia. Selain itu juga ada batik Djawa Hokokai, batik China, Batik Sudagaran, dan sebagainya. Puluhan ribu kain batik yang tersimpan di museum ini merupakan koleksi pribadi H Santosa Doellah dan Danarsih Haripriyono.
“Oleh karena itu, sebenarnya museum tersebut, sekaligus ‘persembahan cinta sejati’ dari Bapak Santosa Dullah kepada sang istri, Ibu Danarsih Hadipriyono,” ujar Asti Astuti.
Berkunjung ke museum batik Danar Hadi ini mata dan jiwa kita akan dimanjakan oleh keelokan ragam batik yang sebenarnya sangat menarik jika dipaparkan secara tekstual. Sebab semua motif batik mengundang inspirasi suatu rangkaian cerita atau kejadian di saat batik tersebut dibikin. Motif batik yang dikoleksi dapat terangkai menjadi bukti sejarah peradaban bangsa Indonesia. Jadi bukan sekadar goresan sejarah tanah Jawa.
Motif batik memang merupakan representasi dari suatu zaman. Ada koleksi bertajuk Batik Diponegoro. Namun tak ada gambar Pangeran Diponegoro seperti yang kita bayangkan. Motif yang ada adalah suasana perang dalam visual kuda perang yang gagah, pedang, senjata api dan sosok tentara Belanda dalam uniform sedang menunggang kuda.
Asti membenarkan jika Batik Diponegoro tersebut didesain oleh para perempuan Belanda – untuk merayakan kemenangan Belanda atas perlawanan Pangeran Diponegoro. Seperti halnya lukisan, karya batik juga bebas memvisualkan apa yang sedang menjadi pemikiran seseorang.
Berkunjung ke Museum Batik Danar Hadi sama dengan belajar seni batik dan melihat bukti tingginya peradaban bangsa Indonesia. Kita dapat melihat perlengkapan dan piranti untuk membatik tradisional yang menghantar batik Indonesia diakui UNESCO sebagai warisan dunia tak benda. Selebihnya, pastilah kita dapat berbelanja aneka ragam batik yang eksklusif.***
(Esti Susilarti)